22 April 2007…
Pemakaman Shinjuku
Yuri Nohana menatap ke-38 batu nisan yang berjejer rapi dihadapannya dalam keheningan dan duka yang mendalam. Hatinya seakan-akan tertekan dari segala arah dan tanpa disadari air mata telah memenuhi sudut matanya.Aizawa Asano, Tomochi Murai, Chisato Murai, Daisuke Sagara, Eiri Naomi, Aoi Hotada, Frances Feordorovna,Garver Eonelly…Yuri berjalan mengitari nama-nama yang terpahat pada batu-batu nisan sambil menatapnya satu persatu. Mereka adalah orang-orang yang luar biasa dan penuh bakat. Tangan-tangan mereka telah mempersembahkan ratusan nada indah dan memikat. Yuri telah merasakan kenangan yang menakjubkan saat ia dan orang-orang ini bersama mempersembahkan nada-nada indah dan menakjubkan dipuluhan *concerto dengan lampu-lampu gemerlap dan tirai-tirai besar.Ada kerinduan luar biasa yang merayapi hati Yuri. Saat ia berada di tengah panggung dan semua mata tertuju padanya. Lalu jari-jemarinya mulai bergerak lincah pada tuts-tuts di depannya. Ia mempermainkan perasaaan penonton lewat jari-jarinya itu. Semua penonton terbius, berdecak kagum dan gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan saat ia menekan tuts terakhir. Yuri masih bisa merasakannya bahkan setelah 18 tahun telah melewatinya dan ia berusaha untuk tetap merasakannya. Fukushima Hattori, Hayashibe Nanako, Sayoko Nohana…Yuri menghentikan langkahnya. Ia masih bisa mendengarkan suara biola sayoko menyayat hatinya…
15 April 1989…
Ruangan Auditorium itu sangat megah. Empat Lampu kristal tergantung kokoh di atasnya. Pilar-pilar putih putih setinggi empat meter berdiri tegak di sudut-sudut ruangan. Ratusan kursi merah yang berjejer melengkung menyerupai bulan sabit, telah terisi penuh oleh penonton .Ruang auditorium itu sekarang penuh sesak. Semuanya tak sabar menunggu concerto dari Tokyo Sonata Orchestra. Tokyo Sonata Orchestra tak diragukan lagi telah mempersembahkan permainan gemilang mereka saat concerto di Eropa bulan lalu. Lagu *Eine Kleine NacthMusic dan *Divertimento sukses mereka bawakan.Dan untuk kesekian kalinya Yuri merasa agak gugup. Tak henti-hentinya ia membaca partitur didepannya. Simfoni No.1itu harus ia bawakan dengan sempurna pikirnya.Ia dan para
pemain orkestra lain sedang berada di ruang tunggu. Beberapa dari mereka ada yang merasa gugup. Fukushima Hattori pemain *cello tampak sedikit gugup. Ia menyembuyikannya dengan pura-pura merapikan dasi kupu-kupunya yang jelas-jelas tak perlu dilakukannya karena dasi itu telah terpasang dengan benar. Aoi Hotada, gadis manis itu sedang duduk di pojok ruangan meyakinkan dirinya dengan bergumam samar bahwa senar biolanya tidak akan putus ditengah-tengah konser nanti.Daisuke Sagara *secondary violin tampak sedang mengobrol seru dengan Kakak beradik Tomochi Murai dan Chisato Murai yang juga sama-sama Secondary Violin.
“Kau tampak gugup Nohana,” Frances Feodorovna sang *kondektur tiba-tiba datang dari belakang. Nada rusianya sangat kental. “Aku harap kau dapat mempersembahkan musik yang kita bawakan nanti seperti saat concerto di Paris dua minggu lalu. Sambutan penonton luar biasa meriah saat itu”.
“Semoga saja Frances, kami juga bergantung padamu,” ujar Yuri tak yakin. Simfoni No.1 memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Pada bagian pertengahan akan ada solo piano, yang berarti ia akan menjadi fokus permainan selama beberapa menit.
“Baiklah aku percaya padamu Nohana . Maaf aku harus segera pergi menyiapkan beberapa partiturku dan tentu saja mentalku dengan sedikit sake tentunya”, Frances ternyata sedikit gugup juga malam itu.
Sayoko baru saja keluar dari ruang ganti,tepat saat Frances meninggalkan Yuri . Sayoko mengenakan gaun beludru warna hitam dan ia tampak cantik malam itu. Sayoko berwajah bundar dengan sorot mata yang menawan. Ia sedikit mirip dengan Yuri terutama mata mereka yang berwarna hijau mencolok. Sejak kecil Yuri agak iri terhadap adiknya itu. Sayoko selalu lebih pintar baik dibidang akademis maupun non akademis. Dia sempurna dalam banyak hal. Jika dibandingkan dengan banyaknya piala penghargaan Sayoko maka jumlah piala Yuri tidak ada apa-apanya. Sayoko pernah dinobatkan menjadi Best Violin Internsional Rhapsody berturut-turut 3 tahun ini. Belum lagi karinya yang cepat menanjak dan ia berhasil mendapat beasiswa penuh di Mori Music University sekolah musik bergengsi di Tokyo tempat Yuri dan Sayoko bersekolah.Yuri tak bisa mememendam rasa irinya.
*Semacam biola besar yang berfungsi sebagai bass *Pemain biola yang bertugas sebagai background musik *Pemimpin orkestra
“Yurichan, apa kau siap malam ini?” tanya Sayoko dengan lembut.
“Lebih baik kau diam dan pergi dari hadapanku, apa kau tidak lihat aku sedang membaca partitur?”, ujar Yuri dingin sambil melambai-lambaikan kertas tepat dihidung Sayoko. Sayoko langsung terdiam, ia tak berani melihat Yuri yang sedang mencoba menatapnya tajam. “Maaf,” Sayoko berkata gugup dan cepat. Lalu pergi menjauhi Yuri.Yuri merasa lega dan melanjutkan membaca partiturnya dengan seksama.
Lima menit kemudian mereka mulai menuju koridor yang langsung menghubungkan mereka ke panggung . Suara penonton dari kejauhan terdengar ditelinga Yuri. Ia masih merasa gugup walaupun telah membaca partitur beberapa kali dan meyakinkan dirinya bahwa ia pasti bisa. Para pemain telah memasuki panggung dan menempati posisi masing-masing. Panggung itu masih ditutupi oleh tirai besar.Yuri duduk di bangku kecil sementara didepannya terdapat paino besar dan indah. Sayoko tampak sedang menaruh biolanya di pundak. Ia duduk beberapa meter disamping Yuri. Dan tidak berani membalas tatapan Yuri.
“Perhatian…semuanya siap dengan alat masing-masing. Lagu yang akan kita persembahkan malam hari ini adalah simfoni No.1 di D mayor. Perhatikan bagian staccato pada Secondary Violin,” ujar Franches kepada para pemain. Ia telah mempersiapkan partitur disinggasananya dan menggenggam tongkat kecil ditangan kanannya.
Kemudian Tirai terbuka perlahan, segera saja ruangan auditorium menjadi lebih megah dan dipenuhi gemuruh penonton. Semuanya bertepuk tangan semakin lama semakin keras lantas pelan dan hening.Mereka menunggu Tokyo Sonata Orchestra. Dalam hitungan detik Simfoni no. 1 mulai dimainkan. Yuri merasakan jari-jemarinya meluncur di tuts-tuts hitam dan putih , nada-nada membaur menimbulkan keselarasan. Ia menjaga temponya dengan seksama. France mencoba melakukan gerakan untuk menyelaraskan permainan mereka..
Yuri mampu mendengarkan permainan cello Hattori mengalun lembut jauh dibelakangnya. Gesekan biola Aoi juga terdengar jelas oleh Yuri. Yuri melirik Sayoko yang sedang berkonsentrasi terhadap partiturnya. Permainan biolanya sangat indah dan menyayat. Rasa iri mulai merasuki Yuri. Saat tiba bagian solo piano Yuri menarik nafas. Lampu-lampu kuning menyoroti dirinya. Ia siap menekan tuts-tutsnya. Namun Tuts yang
* Pemberian aksen pada not-not tertentu
Mana ?!. Yuri bingung, ia terlalu sibuk mendengarkan permainan Sayoko sampai lupa.terhadap permaiananya.Yuri tak bisa berbuat apa-apa. Ia terdiam di tengah-tengah penonton yang sedang menunggunya dengan hening. Inilah akhir dari karirku, ujarnya pasrah. Aku tidak akan bisa melanjutkan permainan ini. Simfoni no. 1 berakhir sampai disini..t-tunggu dulu…
Keheningan itu dirobek oleh suara biola yang menyayat. Sayoko menyelamatkan Yuri dengan permainan biola miliknya. Ia memainkan kekosongan Yuri dengan sempurna. Para penonton bersorak kagum, mereka tak menyadari kealpaan Yuri, mereka hanya tahu, bahwa Simfoni No.1 telah dibawakan dengan luar biasa malam itu.Dan untuk kesekian kali, tepuk tangan membahana memenuhi ruangan auditorium.
21 April 1989
Kichijoji, Tokyo
Yuri Nohana sedang duduk ditemani pianonya.Ia menekan-nekan tutsnya sembarangan untuk menumpahkan kekesalannya. DRENG DRENG DRENG… suara piano itu melantun dengan keras dan memekakan telinga. Kau kira bisa mengalahkan aku perempuan sialan ! ia terus memainkann pianonya sembarangan seperti orang kesetanan.Dan setelah beberapa menit ia memutuskan untuk berhenti karena beberapa jemarinya terasa sakit. Ia terpuruk di kursinya. Matanya memandang ke luar melalui jendela setengah terbuka didepannya.Hari itu sangat cerah, beberapa sakura berjatuhan dan menciptakan gunungan dedaunan merah muda di sana-sini.Langit sangat crah dan tidak menunjukkan tanda-tanda hujan, matahari tampak menggantung di ufuk barat menciptkan kehangatan yang nyaman. Namun sakura-sakura dan kehangatan yang tak mampu mengurangi kekesalan Yuri.
Kegagalannya dalam concerto itu masih dirasakannya. Tak ada yang bisa ia salahkan kecuali satu orang : Sayoko. Aku harus memberinya hukuman, karena telah menghancurkan kehidupanku.Yuri pun segera masuk ke kamar Sayoko di lantai atas. Kamar itu sepi,.tampak piano putih di sudut ruangan dan beberapa piala yang berjajar di atas rak. Sayoko sedang pergi ke Kobe bersama teman-teman masa kecilnya dulu.Yuri melihat sebuah botol obat didepannya,. dan ia mendapatkan hukuman yang terbaik untuk Sayoko
22 April 1989
Perbatasan Yokohama
Malam hari itu Tokyo Sonata Orchestra berangkat menuju *yūsu hosteru, di dekat Yokohama. Mereka akan mengadakan tour di beberapa kota di Jepang. Tour pertama mereka akan diselenggarakan di Yokohama, lalu Fukuoka, Nara, dan terakhir Sapporo. Minshuku tempat mereka menginap berada di Yokohama. Bus yang mereka tumpangi melaju dengan kencang. Bus itu melewati daerah dataran tinggi perbatasan Yokohama. Di kanan kiri terlihat hutan lebat dan jurang yang dalam.
Yuri duduk dibangku belakang. Ia asik mendengarkan musik klasik melalui walkmannya.Selaian suara mesin yang menderu kencang, bus itu dalam keadaan sunyi senyap.Hampir semuanya tampak terlelap. Beberapa dari mereka terjaga. Hattori sedang membaca *Shounen Jump miliknya.Aoi Hotada dan Eiri Naomi sedang berbicara dengan pelan disamping Yuri. Sementara Sayoko, Yuri melihatnya dengan kesal , sedang memandang keluar jendela bus. Sesekali ia melihat Yuri dan tersenyum lembut. Akan tetapi, Yuri memasang tampang buruk. Sayoko yang merasakan respon yang tidak baik buru-buru memabalikkan badan. Namun belum sempat ia membalikkan badan, tiba-tiba…
BRUAKK…
Roda bus itu terlepas begitu saja. Bus oleng ke kiri dan menabrak pembatas. Tak seorangpun yang sempat berteriak bahkan menyadari saat bus menabrak pembatas untuk kesekian kali dan meluncur masuk ke jurang yang menganga. Bus itu berguling-guling. Terdengar suara pecahan kaca dan derakan menegrerikan dari besi yang penyok. Yuri terpelanting kesana-kemari. Ia dapat merasakan tubuhnya remuk. Bus itu terus meluncur turun,. Ia melihat Hattori menjerit unuk terkahir kali saat ia terpelanting keluar melalui jendela yang pecah. Beberapa dari mereka ada yang terjepit di sudut-sudut. Yuri bisa mendengar suara remukan tulang-tulang kawannya. Tubuh Frances yang tak bergerak terpelanting disampingnya Semua jeritan dan kengerian berbaur menjadi satu. Dan Yuri merasakan kegelapan total meyelimutinya…
Sayoko terbangun dan mendapatkan dirinya dalam keadaan setengah sadar. Ia menatap sekeliling dan menyadari bahwa hanya dirinya yang hidup saat itu. Bus tampak
* sebutan untuk penginapan yang mewah
amburadul dan hancur. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ia melihat puluhan tubuh
tumpang tindih jadi satu.
“ Tolong..,” ujarnya lemah. “apa ada yang bisa mendengaraku…Siapapun tolong jawab aku,”Ia mencoba berdiri dengan sisa kekuatan terakhir. Ia meraba-raba semua tubuh yang ditemuinya, mencoba mencari tanda-tanda kehidupan selain dirinya. Dan akhirnya ia melihat satu orang yang hidup. Sedang bergerak-gerak kesakitan.
“Y-yurichan!!” Sayoko mendekati Yuri yang merintih lemah.
“Sakit…kepalaku sakit” Sayoko merintih-rintih lemah.
“ Ayo bangun Yurichan,kita harus pergi dari sini” Sayoko mencoba sekuat tenaga menyeret Yuri keluar dari Bus itu.
“S-sayoko” Yuri tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tak memiliki kekuatan. Seluruh tubuhnya seakan-akan tidak ada padanya dan untuk kedua kali kegelapan meyelimutinya.
22 April 2007…
Pemakaman Shinjuku
“Apa kau tahu apa yang kuinginkan Sayoko ?” Yuri memandang sedih di depan makam Sayoko yang ditumbuhi rerumputan hijau kekuningan. Nisan itu bergeming. Padahal hampir setiap tahun Yuri mengajaknya berbicara.
“Bosan ?” Tanya Yuri. “ Kau tentunya bosan dengan apa yang selalu aku katakan kepadamu, selalu setiap tahun seperti itu. Mungkin kau bosan melihat tangisanku dan bosan melihatku berbicara seperti orang bodoh!!” teriakan Yuri membuat beberapa burung gereja yang sedang hinggap di pepohonan berterbangan.
22 April 1989
Perbatasan Yokohama
Yuri membuka mata, suara itu terlalu asing baginya. Suara dengungan di sekitar telinganya dan sinar matahari menyilaukan matanya dan untuk beberapa saat ia harus menutup mata lagi. Suara dengungan itu semakin keras dan membuat ia terjaga lagi. Ia membuka mata dan saat itu pula tubuhnya terasa sakit. Tubuhnya penuh luka. Dan kakinya seakan-akan tidak ada pada dirinya. Ia berada di pinggir hutan. Ia seharusnya masih berada didalam bus.
Ia ingin mengingat apa yang terjadi, busnya terguling ke jurang, suara jeritan, dan banyak orang-orang mati disekelilingnya, dan Sayoko…Ia jelas-jelas menyadari Sayoko berada disampingnya beberapa saat yang lalu didalam bus. Aku harus mencarinya Ia menggerakkan tubuhnya saat ini. Dengan segenap kekuatan ia mencoba.. Ia ingin berteriak putus asa tapi tidak ada suara yang keluar. Ia hanyalah tubuh tanpa arti.Dan suara dengungan itu menjadi teman dalam kesedihan.
Entah beberapa jam ia berbaring tanpa bisa berbuat apa-apa dan tiba-tiba kekuatannya muncul kembali. Aku harus mencoba bangun dan menemukan Sayoko. Dengan segenap tenaga ia akhirnya berhasil berdiri.Kakinya berderak mengerikan saat ia mencoba berjalan. Kelihatannya kaki kirinya patah.
Yuri mencoba menyeret tubuhnya beberapa meter dan akhirnya ia melihat Sayoko sedang meringkuk tak berdaya. “Sayoko!!”. Yuri mendekati Sayoko dengan susah payah.Sayoko meringkuk sambil menggenggam dadanya. Ia kelihatannya sulit bernafas. Sayoko penderita asma.
“O-obatku,” Sayoko menunjuk kearah bus yang terguling beberapa meter disamping mereka. Yuri tak mampu berkata apa-apa. Ia melihat Sayoko yang terus merintih-meintih sambil bergumam mendapatkan obatnya.
“Maaf…kau tidak akan mendapatkan obat itu Sayoko, maafkan aku,”Yuri memeluk Sayoko. Tak terasa air mata bersalah mengucur dari matanya.
“Obat…obatku” Sayoko merintih tak sadar . Ia semakin sulit bernafas.Tangannya yang menggenggam Sayoko dengan erat semakin melemah.
Pada akhirnya penyesalanlah yang datang .Ditengah-tengah hutan sunyi Yuri hanya bisa mendengar tangisannya. Ia baru menyadari bahwa satu nyawa lagi telah pergi meninggalkannya. Maka ia menangis sejadi-jadinya.
22 April 2007…
Pemakaman Shinjuku
Yuri berdiri di depan makam Sayoko sambil mengenggam biola ditangannya.maka beberapa menit kemudian ia mulai mengalunkan nada-nada indah di tengah pemakaman itu. Yuri menyadari bahwa Simfoni no.1 ini berbeda dari sebelumnya. Ia tidak sendirian. Ia bisa merasakan para pemain Tokyo Sonata Orchestra berada disekelilingnya. Aizawa Asano, Tomochi Murai, Chisato Murai, Daisuke Sagara, Eiri Naomi, Aoi Hotada, Frances Feordorovna…mereka akan selalu ada didalam hati Yuri. Mengalun lembut dan indah. Dan ia akhirnya menyadari bahwa Simfoni No.1 ini untuk Sayoko. Apa kau tahu apa yang kuinginkan Sayoko ?.
---Cerpen Dadakan dulu saat SMA ha..ha...ha--
Readmore »»